Kejati Banten Tutup Kasus Dana Publikasi Setwan Banten TA 2015

Kejati Banten Tutup Kasus Dana Publikasi Setwan Banten TA 2015

Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Iwan Ginting memberikan penjelasan terkait temuan LHP BPK RI tahun 2015 kasus dana publikasi Setwan. Foto Redaksi

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten tegaskan tidak ada unsur kerugian negara pada temuan LHP BPK RI Tahun 2015 pada kasus dana publikasi Sekretariat DPRD Provinsi Banten tahun anggaran 2015, hal ini disampaikan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Iwan Ginting menjawab pertanyaan wartawan dalam konfrensi pers yang digelar Kejati Banten, Jum’at (18/3/2022).

Menurut Ginting, pada kasus dana publikasi Sekretariat DPRD Provinsi Banten tahun anggaran 2015, pihaknya sudah melakukan penyelidikan, artinya melakukan serangkaian tindakan untuk mencari peristiwa pidana, dalam hal ini sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan juga pengumpulan dokumen, dalam proses tersebut terjadi pembayaran dalam terhadap temuan LHP BPK tersebut.

Setelah dilakukan kajian dan validasi pembayaran terhadap temuan LHP BPK, maka tim berkesimpulan sudah tidak ditemukan kerugian negara, maka kasus ini ditutup,” tegasnya.

Sebelumnya anggota Komisi III DPR-RI Moh. Rano Alfath dalam siaran pers yang diterima redaksi, Kamis (17/03/22). Mempertanyakan tentang pemberhentian kasus korupsi, khususnya hasil tindaklanjut dari audit LHP BPK-RI terhadap Provinsi Banten.

Berita terkait : Anggota Komisi 3 DPR RI Ingatkan Kejati Banten Tentang Pemberhentian Kasus Korupsi

Rano meminta agar penyidik berhati-hati dalam memberhentikan kasus temuan tersebut, jangan sampai pelaku serta-merta dihapus pidananya hanya karena sudah mengembalikan uang negara. Perlu diingat salah satu unsur tindak pidana korupsi adalah adanya mens rea (niat jahat), maka dari itu kita harus mengacu pada Pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor.

Adapun Pasal 4 UU Pemberasan Tipikor itu berbunyi: Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Dengan begitu, menurut Rano, pelaku mesti harus dipidana meski telah mengembalikan keuangan negara.

“Misalnya temuan BPK atas Provinsi Banten TA 2015, tapi baru dikembalikan tahun 2022, dan termasuk temuan-temuan lainnya nah kalau diberhentikan begitu saja maka tidak akan memberikan efek jera. Perkara pidana itu mengadili perbuatan, yang dari perbuatan itu lahir kerugian. Kalau kerugiannya dikembalikan, tetap tidak menghapus perbuatan pidananya. Pengembalian kerugian negara itu mungkin hanya akan memengaruhi besar-kecilnya hukuman yang akan diterima karena sudah kooperatif dalam proses hukum,” jelas Rano.

Dalam hal ini, Rano mengecualikan kasus dana desa yang kerap kali terjadi karena kelalaian administrasi sehingga memungkinkan untuk diterapkan mekanisme penghapusan pidana seperti itu.

“Lain halnya kalau memang kelalaian maladministrasi seperti kasus dana desa, maka mekanisme hukum seperti itu bisa diterapkan,” tambahnya.

Terakhir, Rano percaya bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi Banten yang baru, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, dapat meneruskan kinerja Kajati Banten yang sebelumnya dengan baik.

“Selebihnya saya yakin Kajati  yang baru ini akan melanjutkan kinerja hebat Kajati yang sebelumnya, jadi kita minta Kejati Banten agar lebih selektif dalam mendalami kasus-kasus temuan BPK maupun korupsi lainnya sehingga tidak muncul stigma atau anggapan bahwa ada orang yang ‘kebal hukum’ dari masyarakat,” tutup wakil rakyat komisi hukum itu.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *