Invasi Israel ke Palestina Terus Berulang, Muhammadiyah Pertanyakan Tanggungjawab dan Ketegasan PBB

Invasi Israel ke Palestina Terus Berulang, Muhammadiyah Pertanyakan Tanggungjawab dan Ketegasan PBB

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir memberikan konfresi pers terkait Perang Israel-Palestina. Foto Laman Muhammadiyah

Jakarta — Meletusnya peperangan antara pejuang kemerdekaan Palestina dengan pemerintah apartheid Israel, Sabtu (7/10) memicu reaksi brutal pemerintah Israel dengan menggempur perkampungan padat penduduk di Jalur Gaza.

Memasuki hari kelima peperangan, korban sipil di kedua pihak terus bertambah. Data sementara per hari Rabu (11/10) dikabarkan ada 1.200 korban tewas dari pihak Israel dan 900 korban tewas dari Palestina. Peperangan juga mulai merembet pada daerah perbatasan seperti Syria dan Lebanon.

Prihatin atas katastrofe ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mempertanyakan fungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam membina perdamaian dunia.

Tragedi antara Palestina dan Israel yang terus berulang, menurut Haedar Nashir tercipta karena ketidakmampuan PBB dalam mengimplementasikan resolusi serta menegakkan hukuman yang adil bagi negara adikuasa yang sedang berkonflik.

Solusi yang telah disepakati oleh PBB yakni pendirian dua negara berdaulat, kata Haedar juga tidak tuntas terwujud karena adanya veto dari beberapa negara. Sehingga, status Palestina di PBB masih menjadi Non-member Observer State (negara pengamat non-anggota) di kala Israel telah diakui sebagai entitas negara berdaulat.

“Nah, jika tidak ada langkah-langkah yang progresif, saya yakin fungsi PBB itu semacam impotensi. Lebih jauh lagi ketika hampir semua negara maju itu selalu peduli terhadap pelanggaran hak asasi manusia, terutama di negara-negara dunia ketiga, kenapa kok membiarkan tragedi terus tragedi terjadi? Jadi kesimpulan kami sebenarnya peradaban modern dan kesadaran akan perdamaian hak asasi manusia, demokrasi di tatanan global ini sudah di lorong gelap atau lorong buntu dari peradaban modern,” kritiknya.

“Jadi saya yakin kalau tidak ada ketegasan PBB dan PBB terus korban veto dari negara yang tidak netral terhadap posisi dua negara (Palestina-Israel) ya kita akan terus begini, mungkin 2 tahun lagi kejadian lagi, 3 tahun lagi kejadian lagi. Jadi pertanyaan besar Muhammadiyah untuk dunia sebenarnya apakah dunia dan PBB akan membiarkan tragedi kemanusiaan yang terjadi di depan mata ini terus berlangsung dan kita lumpuh, tidak bisa menegakkan perdamaian, tidak bisa menindak negara yang merusak perdamaian dan tidak mewujudkan persaudaraan antar bangsa,” imbuhnya.

Pada Konferensi Pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah terkait Perang Palestina di Jakarta, Rabu (11/10), Haedar lalu mengingatkan bahwa PBB memiliki lima tujuan utama yang beberapa di antaranya tidak optimal, khususnya pada poin pertama dan poin keempat yang berbunyi; 1) Menjaga perdamaian dan keamanan dunia, 4) Menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia.

“Nah pertanyaan mendasar kita di era ketika PBB sudah 78 tahun dan negara-negara maju semua termasuk negara kita selalu menyuarakan perdamaian, dunia tanpa kekerasan, kesadaran hak asasi manusia, apakah kita akan terus membiarkan tragedi-tragedi ini terus terjadi?” tanya Haedar retoris.

“Bahkan forum-forum global yang dilakukan antar negara dan antar kelompok masyarakat dan organisasi dunia tentang perdamaian, nyaris hanya suara di atas kertas saja. Jadi ini perlu refleksi mendasar dari seluruh dunia tentang penyelesaian akhir perang Israel dan Palestina,” tegasnya. (Laman Muhammadiyah)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *