Suara Caleg dan Partai Berubah Pada Pleno Kecamatan di Lebak, Perludem: Ini Kejahatan Pemilu Serius!

Suara Caleg dan Partai Berubah Pada Pleno Kecamatan di Lebak, Perludem: Ini Kejahatan Pemilu Serius!

Caleg dari Partai Nasdem Dapil 6 nomor urut 3, Desi Herdiana Safitri memprotes perolehan suara yang berubah pada rapat pleno Kecamatan Gunung Kencana. (Foto: Tangkapan Layar Video).

Serang – Kisruh rapat pleno rekapitulasi pemilu 2024 di Kecamatan Gunung Kencana Kabupaten Lebak Provinsi Banten pada Rabu malam (21/2/2024) akibat protes yang dilakukan oleh Desi Herdiana Safitri Caleg nomor urut 3 dari Partai Nasdem Dapil 6 DPRD Kabupaten Lebak.

Kekisruhan yang menjadi perhatian publik ini menjadi menarik mengingat hilangnya suara Partai Nasdem dan Desi pada Desa Ciginggang pada rapat pleno tingkat kecamatan Gunung Kencana.

Menanggapi hal ini, Peneliti Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Usep Hasan Sadikin yang diwawancara melalui sambungan WhatsApp. Selasa (27/2) mengatakan Bawaslu wajib menindaklanjuti kasus ini kedalam proses-proses yang lebih terang yaitu ke penegakan hukum, karena mengubah hasil pemilu itu masuk ke dalam kategori dugaan pelanggaran pidana pemilu, hukumannya penjara bagi setiap orang yang melakukannya atau dan denda.

“Mengubah hasil pemilu merupakan kejahatan pemilu yang berat, sehingga memang hukumnya adalah penjara dan denda,” tegasnya.

Baca: Suara Caleg dan Partai Nasdem Berubah, Rapat Pleno Kecamatan Gunung Kencana Kisruh! Ini Kronologisnya

Nah terlebih lagi strategisnya peran Bawaslu dalam kasus ini adalah Bawaslu mempunyai kewenangan yang harus melindung calon anggota legislatif dalam hal ini di dalam pemilu DPR dan DPRD yang posisinya lemah, ujar Usep.

Menurut Usep, caleg lemah karena di dalam undang-undang pemilu, peserta pemilu DPR dan DPRD adalah Partai Politik. Sehingga mau tidak mau ruang keadilan di dalam kepesertaan setiap caleg ini adalah Mahkamah Partai, yang mana seringkali caleg-caleg yang baru atau caleg dengan nomor urut besar kesulitan mendapatkan keadilan proses peradilan di Mahkamah Partai yang transparan, Akuntabel serta adil begitu dia akan selalu kalah oleh kekuasaan di elite partai internal partai politik.

Peran Bawaslu harus lebih menjamin bagaimana para Caleg ini yang mengalami kehilangan suara, suaranya dicuri atau di ubah oleh petugas TPS atau ada oknum elite partai yang meminta perolehan suara dari caleg lain, tandas Usep.

“Kasus ini harus dihubungkan kepada sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu) Bawaslu yang terhubung dengan kepolisian dan kejaksaan, karena masuk kategori pidana pemilu,” ungkap Usep.

Ya kalau misalnya Bawaslu tidak memaksimalkan kewenangannya, lagi-lagi kita menemukan proses pengawasan pemilu yang tumpul, tumpulnya karena tidak di optimalkan oleh Bawaslu. Sehingga berdampak kepada keadilan pemilu yang tidak sebagaimana mestinya yang kita harapkan. Kewenangan Bawaslu besar, tapi kemudian dikasus ini seringkali itu tidak di optimalkan dengan baik. Terang Usep.

Kecurangan Pemilu Terjadi Pasca Pencoblosan di TPS

Menurut Usep, secara umum kecurangan dalam penghitungan suara memang ada di jenjang pasca tps, kenapa? Karena kalau di tps kan semua saksi parpol, semua saksi calon dan semua pemilih itu mungkin sekali melakukan pengawasan. Jadi di TPS itu paling terbuka dan paling banyak di awasi oleh banyak pihak termasuk pemilih itu sendiri.

Baca juga: Tanggapi Kisruh Pleno Kecamatan Gunung Kencana, Ketua Bawaslu Lebak: Desa Yang Bermasalah Akan Dihitung Ulang

Lebih lanjut Usep menjelaskan dalam pemilu 2019 dan pemilu 2024 itu langsung ketingkat kecamatan, jumlah kecamatan yang sangat banyak sehingga dan saksi yang ada di kecamatan serta jenjang berikutnya itu hanya ada saksi partai politik, sehingga sangat mungkin ini bisa di ubah oleh penyelenggara pemilu dalam hal ini petugas KPU yang ada di pos kecamatan, Kabupaten/Kota dan seterusnya, sedangkan saksi caleg itu tidak ada disitu, biasanya saksi partai yang ada di kecamatan dan jenjang berikutnya itu merupakan saksi dari caleg nomor urut satu sebagai pimpinan partai disuatu daerah pemilihan begitu sehingga sangat suara caleg diluar nomor satu itu rentan di ubah oleh oknum peserta pemilu serta oknum penyelenggara pemilu.

“Penting sebetulnya kita mengharapkan pengawasan pemilu dari Bawaslu yang dimulai dari tingkat pengawas TPS, Panwascam dan Bawaslu Kabupaten/Kota,” tandas Usep.

Transparansi Pengawasan Bawaslu

Usep menyesalkan Bawaslu tidak mempunyai pengawasan dibidang Teknologi informasi, seperti SIREKAP KPU yang tidak bisa ditagih transparansi dan akuntabilitasnya serta akurasinya.

Hal ini mengakibatkan suara murni dari TPS tidak bisa dijamin hasilnya ketika dilakukan rekapitulasi hasil pemilu ditingkat kecamatan seperti dalam kasus rapat pleno Kecamatan Gunung Kencana, ujar Usep.

Hilangnya perolehan suara juga sangat mungkin di alami oleh Partai Gurem atau Partai yang tidak bisa punya saksi di setiap kecamatan. “Sehingga Partai-partai ini sangat rentan di ambil suaranya ke Partai lain,” ungkap Usep.

Seharusnya Masyarakat menagih kualitas pengawasan pemilu yang dilakukan oleh Bawaslu disetiap tingkatan, sangat disayangkan kalau Bawaslu tidak bisa menjamin kemurnian suara hasil pemilu di TPS. Tandas Usep.

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *