Jelang Pergantian Kekuasaan, Mahasiswa dan Masyarakat Banten Serukan ‘Ciceri Memanggil’ Adili Jokowi

Jelang Pergantian Kekuasaan, Mahasiswa dan Masyarakat Banten Serukan ‘Ciceri  Memanggil’ Adili Jokowi

Aliansi Masyarakat Sipil, Buruh Tani dan Mahasiswa menyerukan aksi ‘Ciceri Memanggil’ jelang pergantian kekuasaan. (Foto: Reportase Banten/Act).

SERANG – Aliansi Gerakan Masyarakat Sipil, Mahasiswa, Buruh dan Tani menyatakan sikap dan menyerukan kepada seluruh pemuda dan mahasiswa Se-Banten untuk turun aksi kejalan, pada Rabu, (16/10).

Dalam konferensi persnya dijelaskan, selama satu dekade kepemimpinan rezim Jokowi, rakyat semakin dimiskinkan dan makin dijauhkan dari kehidupan layak dampak dari kebijakan-kebijakan yang ada.

Orientasi kebijakan pembangunan nasional yang ketergantungan dinilai sangat akut pada investasi dan politik hutang yang menegaskan keberpihakan pada pemilik modal.

Mahasiswa menuturkan transisi kekuasaan kepada Prabowo-Gibran tidak lain dan tidak bukan hanya pergantian elit penguasa semata, namun tetap dengan watak yang sama menjalankan sistem ekonomi rasis, diskriminatif dan eksploitatif dengan melanjutkan agenda-agenda yang memiskinkan rakyat Indonesia.

Dikatakan juga mengenai regulasi kebijakan yang diibuat tanpa partisipasi masyarakat akan terus dilanjutkan. Kendati demikian, mahasiswa menyebut bahwa kebijakan seperti UU Cipta Kerja, UU Minerba, dan UU IKN justru menggerogoti kesejahteraan masyarakat mulai dari PHK Massal secara sepihak, masifnya sistem kerja outsourcing, kontrak, pemagangan, dan politik upah murah.

Tak hanya itu, perampasan dan perusakan ruang hidup juga terus dialami oleh rakyat Indonesia. Dengan begitu mahasiswa pun mengungkapkan bahwa peralihan kekuasaan dalam pemerintahan dapat berpotensi akan melanjutkan proyek rakus tanah seperti proyek strategis nasional (PSN), Bank Tanah, dan Food estate.

“Padahal selama ini, sudah Tercatat 2.939 letusan konflik Agraria di era kepemimpinan Jokowi yang didominasi oleh aktor perkebunan swasta atau negara serta proyek-proyek infrastruktur besar yang disponsori negara,” katanya dalam keterangan konferensi persnya yang berlangsung di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, pada Rabu, 15 Oktober 2024.

Mahasiswa melanjutkan berkenaan dengan gejolak konflik yang mengorbankan nyawa rakyat hingga saat ini marak terjadi. Hal demikian meningkat dua kali lipat dari kepemimpinan sebelumnya. Dengan begitu, mahasiswa menganggap begitu masifnya perampasan ruang hidup dan semakin rusaknya konstitusi dan demokrasi pada pemerintahan yang akan datang.

Lebih lanjut, merujuk pada berbagai persoalan di provinsi Banten pada ekspansi yang masif seperti proyek PIK 2 yang diketahui telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh presiden Jokowi telah memakan banyak korban yang kehilangan mata pencahariannya serta ruang hidupnya.

Selain itu, perampasan ruang hidup yang terjadi di Pulau Sangiang, Ujung kulon, Kampung Baru dan Padarincang, Menjadi ancaman nyata pada peralihan kepemimpinan yang akan datang.Seperti pada pemerintahan Prabowo-Gibran akan datang dikhawatirkan dapat memperparah soal Komersialisasi Pendidikan dan Ketidakpastian Masa Depan Kaum Muda.

Begitu pun masalah komersialisasi pendidikan, kurikulum dipandang tidak ilmiah hingga angka putus sekolah yang masih terbilang tinggi. Sehingga pemuda dan mahasiswa terus kehilangan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas.

Disamping itu, pemuda dan anak-anak berpendidikan layak sangat rendah yang disebabkan dari tidak adanya akses khususnya terhadap pendidikan menengah dan tinggi yang menjangkaunya.

Lebih dari pada itu, persoalan Liberalisasi dan Komersialisasi pendidikan, yang memaksa biaya pendidikan terkatrol sangat tinggi pada tiap tahunnya melampaui pendapatan masyarakat Indonesia.

Mahasiswa juga menjelaskan tentang solusi yang dikeluarkan Pemerintahan Jokowi, justru bernuansa pinjaman pendidikan (Student Loan) yang gagal di negara asalnya, sehingga berpotensi menjerumuskan kaum muda dalam lilitan hutang berkepanjangan.

Dengan demikian, hiruk pikuk problematik tersebut membuat realitas rata-rata usia pendidikan Indonesia hanya 9 tahun, komersialisasi dan timpangnya infrastruktur pendidikan baik di kota dan pedesaan menjadi alasan utama.

Pemuda di pedesaan yang tidak memiliki kontrol atas tanah dan sumber-sumber penghidupan, mayoritas pengangguran, hanya sedikit yang bekerja di lahan terbatas milik orangtuanya.

Sedangkan mayoritas terserap bukan ke dalam lembaga pendidikan, namun bekerja di lahan milik tuan tanah dan dipaksa bekerja dengan alat kerja yang konfensional. Sehingga tidak ada kemajuan berarti dalam produksi, pengetahuan dan keterampilan.

Dalam pemaparan yang disampaikannya, menilik situasi dan kondisi yang terjadi, pemuda dan mahasiswa menuntut:

1. Cabut UU Cipta Kerja dan PP Turunannya yang menyengsarakan rakyat.

2. Tolak sistem kerja fleksibel, magang, kontrak, dan outshorcing.

3. Lawan PHK massal.

4. Hentikan Liberalisasi pertanahan lewat bank tanah dan mafia tanah.

5. Hentikan Proyek Strategis Nasional (PSN), IKN, Food estate, dan Bank Tanah.

6. Stop kriminalisasi dan represifitas terhadap gerakan rakyat.

7. Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan, Hukum dan Adili Pelanggar HAM.

8. Hentikan Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan. Cabut aturan dan Perundang-Undangan yang Anti Rakyat (KUHP, Minerba, UU IKN, UU Pertanian, RUU Sisdiknas dan Revisi UU ITE).

9. Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Nasionalisasi Industri untuk Rakyat.

10. Bangun Kekuatan Politik Persatuan Rakyat.

11. Tangkap Aktor Intelektual Mega Korupsi Situ Ranca Gede Banten.

12. Tekan Angka Stunting dan Gizi Buruk di Banten.***

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *