Unras Mahasiswa: Dugaan Keterlibatan PJ Gubernur Banten pada Kasus Korupsi Hibah Ponpes 2020

Unras Mahasiswa: Dugaan Keterlibatan PJ Gubernur Banten pada Kasus Korupsi Hibah Ponpes 2020

Sekelompok massa yang menamakan Aliansi mahasiswa Banten menggelar aksi di depan Kejati Banten. (Foto: Reportase Banten).

Serang – Puluhan massa yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Banten menggelar unjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, pada Jum’at, (18/10). 

Aksi yang berlangsung sekitar 30 menit tersebut akhirnya dapat diselesaikan dengan diperizinkannya sebanyak lima orang masa aksi unjuk audiensi besama Kejati Banten.

Berdasarkan hasil kajian dan observasi yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Banten, mengungkapkan temuan yang diperolehnya terkait dengan dugaan keterlibatan Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar, dalam kasus korupsi hibah salah satu pondok pesantren di provinsi Banten pada tahun anggaran 2020.

Dalam keterangannya mahasiswa menyebut terkait dugaan atas terlibatnya Al Muktabar terjadi saat ia masih menduduki sebagai Sekda Banten, yang secara otomatis menjadikannya Ketua TAPD. 

Diketahui, TAPD bertanggung jawab dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), termasuk alokasi dana hibah. “Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 secara jelas menempatkan Sekda sebagai Ketua TAPD yang berperan penting dalam proses penganggaran, termasuk dana hibah,” kata Koordinator Lapangan aksi, Aditya.

Dalam Orasinya Aditya menyoroti bahwa pada tahun 2020, Al Muktabar dinilai meloloskan anggaran hibah untuk pondok pesantren yang hanya berupa usulan, tanpa adanya verifikasi ketat. 

Fakta ini, ungkap mahasiswa, merujuk pada rekomendasi calon penerima hibah oleh Biro Kesra Provinsi Banten yang tidak disampaikan olehnya yang seharusnya dilakukan sebagai bagian dari prosedur penyaluran dana hibah.

Forum Silaturahim Pondok Pesantren (FSPP) Provinsi Banten pada Mei 2019 mengajukan permohonan hibah sebesar Rp50 juta per pondok pesantren, dengan total usulan untuk 3.926 pondok pesantren. Namun, proses pengajuan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10 Tahun 2019. 

Selain itu, dalam beberapa rapat yang dipimpin oleh Al Muktabar, termasuk di Rumah Dinas Gubernur pada September 2019, terungkap bahwa ada perintah untuk memproses hibah tersebut tanpa adanya rekomendasi yang valid dari Biro Kesra.

Dalam prosedur verifikasi calon penerima dana hibah tidak dijalankan dengan baik. Rekomendasi yang seharusnya disertai dengan formulir evaluasi dan verifikasi pun tidak dilampirkan, mengakibatkan banyak pondok pesantren yang tidak memenuhi syarat tetap menerima hibah.

Selanjutnya Aditya juga menegaskan, bahwa dugaan korupsi hibah ini tidak akan terjadi jika TAPD, yang dipimpin oleh Al Muktabar, tidak meloloskan usulan hibah tersebut tanpa proses verifikasi. Hal ini diperkuat dengan adanya putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banten dalam perkara korupsi hibah sebelumnya yang menegaskan TAPD sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban, bersama dengan DPPKAD dan FSPP.

Meski begitu, hingga berita ini diturunkan, Al Muktabar belum menanggapi terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus hibah pondok pesantren 2020 yang diungkapkan oleh mahasiswa dalam aksi unjuk rasanya.***

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *